Thursday, February 12, 2015

DEMI WAKTU !!!

Allah berfirman : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran." (Al Ashr: 1-3).



Akhi….
          Perlu diketahui, sesungguhnya modal bagi seorang muslim dalam mengarungi kehidupannnya di dunia ini adalah kesempatan waktu yang sangat singkat, denyut-denyut jantung yang terbatas, dan hari-hari yang terus berganti. Dan akan menjadi suatu keberuntungan baginya, jikalau ia mau memanfaatkan kesempatan dan detik-detik waktu tersebut untuk kebajikan. Pada hakekatnya waktu bagi manusia adalah usianya. Waktu adalah inti hidupnya yang abadi. Berjalannya waktu, tak ubahnya seperti awan. Jika waktu dimanfaatkan untuk Allah dan menyembah-Nya, maka itulah nilai yang paling mahal untuk umurnya. Dan apabila waktunya dimanfaatkan untuk hal yang tak berguna, maka nilai umurnya tak lebih seperti umur binatang. Dan kematian baginya lebih baik daripada hidupnya. Dan perlu akhi ketahui pula, kalau umur manusia di dunia ini seperti musim tanam di dunia dan memetik hasil tanaman di akherat nanti.

Akhi…
          Tentunya akhi tahu, kalau Allah sesungguhnya pernah bersumpah dengan waktu. Dan sesungguhnya sumpah yang pernah diucapkan Allah melalui firman-firman Nya, mengisyaratkan bahwa manusia sangat akrab dengan keburukan dan malapetaka dikarenakan terlena dari kejapan masa. Sumpah Allah pun juga mengisyaratkan tentang kemuliaan dan ketinggian waktu. Perlu Akhi ketahui, kalau kesengsaraan dan kerugian yang menyertai manusia dikarenakan oleh sikap menyia-nyiakan waktu. Padahal bukankah usia manusia sangatlah pendek?. Tetapi, setiap detik usia yang dilewati akan dipertanggungjawabkan kelak di hari kiamat nanti. Rasulullah Saw pernah bersabda : "Kedua kaki seorang hamba tidak akan melangkah pada hari kiamat sehingga ia ditanya terlebih dahulu tentang empat perkara yaitu; tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya, untuk apa ia lewatkan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya, untuk apa ia gunakan."

Akhi…
          Hari demi hari silih berganti, malam demi malam saling mengikuti, dan begitu seterusnya. Dan manusia adalah musafir yang sedang menelusuri perjalanan yang ditemani waktu hingga sampai pada titik akhir perjalanan. Dan setiap orang adalah bagian dari kafilah umat yang terus berjalan silih berganti dari generasi ke generasi dan berakhir pada suatu tempat yaitu surga dan neraka. Seorang musafir yang bijak, pastinya menyadari bahwa perjalanan adalah tugas berat dan penuh tantangan yang tidak mungkin untuk dapat dinikmati dengan indah. Sebab kenikmatan akan ada setelah ia sampai ke tempat tujuan. Dan ia pun akan menyadari bahwa setiap detik yang dilaluinya dan setiap kaki yang melangkah dalam perjalanannya tidak mungkin berhenti. Sehingga Ia pun harus terus mempersiapkan diri dengan bekal yang cukup.

Akhi…,
          Suatu ketika Ali Ra, pernah berpesan kepada para sahabatnya : "Dunia telah pergi meninggalkanmu dan akhirat akan datang menjemputmu. Dunia dan Akhirat mempunyai hamba saudaraku!, maka jadilah engkau hamba akhirat, dan jangan pernah kau menjadi hamba dunia. Sebab hari ini (baca; dunia) adalah amal bakti, bukan perhitungan yang dirinci. Sedangkan esok hari (baca;Akhirat) adalah perhitungan bukan amal bakti."

Akhi…
          Ada dua saat dimana manusia menyesali dirinya, yang pertama adalah, saat menanti ajal tiba yaitu, ketika manusia sedang berada dalam keadaan akan meninggal dunia dan menghadapi akhirat. Dan kadangkala manusia berandai untuk diberi sekejap waktu agar dapat memperbaiki kekurangan dan menebus apa yang terlenakan. Dan yang kedua adalah, di akhirat kelak, dimana seluruh amal perbuatan diberi balasan.

Akhi…
          Memang sering terlintas dipikiran dan di benak, untuk apa kita hidup?, dan ternyata pertanyaan itu dijawab seorang sahabat bernama Abu Darda, "Seandainya bukan karena tiga hal, aku tidak ingin hidup meskipun hanya satu hari. Siang hari aku dahaga pada Allah dengan menghindari larangan-Nya, bersujud di tengah malam, dan bergaul dengan orang-orang yang memilih tutur kata yang manis seperti memilih kurma yang baik."
          Umar bin Abdul Aziz melukiskan bahwa, Kehidupan di dunia ini bukanlah suatu keabadian. Dimana Allah menentukan kefanaan dunia dan kepergiaan makhluk-Nya menuju satu titik perjalanan. Tetapi berapa banyak bangunan kokoh yang dihancurkan karena alasan melenakan. Dan berapa banyak pula kesenangan hakiki ditinggalkan demi ilusi yang tak berarti. Maka pergilah mengarungi perjalanan, dengan kesiapan dengan kesiapan yang baik menghadapi rintangan dan berbekallah dengan ketakwaan sebab ketakwaan adalah sumber kebaikan.

Maka dari itu Akhi…
          Sebuah pesan jujur dan nasehat yang mulia pernah terlontar dari seorang Fadhil bin Iyadh, ia berkata : "Berpikirlah dan berkaryalah sebelum datang penyesalan. Jangan terpesona oleh gemerlap dunia, karena dunia pasti akan menipunu !"
          Begitupun Umar bin Abdul Aziz berpesan : " Jadilah orang asing, di negeri asing ini (baca; dunia), dengan itu, pikiranmu akan selalu tercurah untuk membekali diri dan mempersiapkan diri untuk kembali lagi. Atau bersikaplah engkau dinegeri asing ini seperti pengembara seorang diri yang tidak bermukim sama sekali. Sehingga di siang dan malam, engkau terus berjalan menyusuri dunia ini menuju satu tujuan.




(Sumber : Jurnal MQ Vol. II/No.2/JUNI 2002)

Anugerah Terindah Milik Kita

Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta penuh makna yang membias dari guratan keriput di wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian, hingga sekarang mahkota putih tampak anggun menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh memberikan kenyamanan dan kehangatan.

Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan do'a-do'a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya kehidupan.

Ibunda...
Adakah saat ini kita terenyuh mengenangkannya? Ia adalah sebuah anugerah terindah yang dimiliki setiap manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak putus-putusnya mengalirkan kasih yang tak bertepi. Hingga kerelaan, keikhlasan dan kesabaran selama 9 bulan pun bagai menuai pahala seorang prajurit yang sedang berpuasa, namun tetap berperang di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Polesannya adalah warna dasar pada diri kita. Menggores sebuah kanvas putih nan suci, hingga tercipta lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun, goresan yang diselimuti untaian ayat suci Al Qur'an, zikir, tasbih serta tahmid, tentu akan melahirkan syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa. Ibunda pun berharap tercipta jundullah (tentara Allah) dari sebuah madrasah keluarga.

Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin Yusuf, antek Bani Umaiyah. Polesan warna seorang ibunda, Al Khansa, melahirkan putra-putra kebanggaan Islam yang berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu persatu syahid pada perang Qodisyiah. Di sela kesedihannya, ibunda masih berucap, "Alhamdulillah... Allah telah mengutamakan dan memberikan karunia padaku dengan kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku berharap semoga Allah mengumpulkan aku dengan mereka dalam rahmat-Nya kelak."

Banyak... sungguh teramat banyak cinta ibunda yang melahirkan kisah-kisah teladan. Yatim seorang anak pun tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai sejarah dengan tinta emas, terbukti dengan mekar harumnya para mujtahid Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan ibunda mereka telah mampu mendidiknya hingga menjadi anak-anak yang gemar menuntut ilmu tanpa kenal lelah, bahkan mandiri dalam kemiskinan.

Kita mungkin dilahirkan dari rahim seorang perempuan biasa. Bahkan kita pun tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka adalah sama, sebuah anugerah terindah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan, popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang terlontar?

Duhai jiwa, sekiranya engkau sadar bahwa tanpa do'a ibunda, niscaya semua masih angan-angan belaka.
Astaghfirullah... ampuni diri ini ya Allah.

Duhai ibunda...
Maafkan jika mata ini pernah sinis memandang, dan lidah yang pernah terucap kata makian hingga membuat luka hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan menghalangi untaian do'a terhatur untukmu. Ampuni diri ananda yang tak pernah bisa membahagiakanmu, ibunda.

Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin terbang ke angkasa lalu luruh di pangkuan, mendekap tubuh sepuh, serta menangis di pangkuanmu. Hingga terhapuskan kerinduan dalam riak anak-anak sungai di ujung mata. Rengkuhlah ananda dengan belai kasih sayangmu bagai masa kecil dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik dalam rahimmu dan hangatnya dekapanmu. Buailah dengan do'a-do'a hingga ananda pun lelap tertidur di sampingmu.

Duhai ibunda...
Keindahan dunia tak akan tergantikan dengan keindahan dirimu.
Sorak-sorai pesona dunia pun tak dapat menggantikan gemuruh haru detak jantung saat engkau memelukku.
Indah... semua begitu indah dalam alunan cintamu, menelisik lembut, membasahi lorong hati dan jiwa yang rindu kasih sayangmu.

Duhai ibunda...
Bukakanlah pintu ridhomu, hingga Allah pun meridhoiku.

Wallahua'lam bi showab. 

Kasih Sayang Seorang Ibu

Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu.
Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam.
Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.
Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.
Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih sayang.
Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.
Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil berwarna.
Sebagai balasannya, kau coret-coret dinding rumah dan meja makan.
Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah.
Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat rumah.
Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah.
Sebagai balasannya, kau berteriak. "NGGAK MAU!!"
Saat kau berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola.
Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.
Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim.
Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.
Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus bahasamu.
Sebagai balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih.
Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu ke mana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun.
Sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.
Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop.
Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain.
Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara TV khusus orang dewasa.
Sebagai balasannya, kau tunggu sampai dia di keluar rumah.
Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena sudah waktunya.
Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.
Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan liburan.
Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya.
Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.
Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.
Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.
Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.
Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.
Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, "Dari mana saja seharian ini?"
Sebagai balasannya, kau jawab,"Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!"
Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan.
Sebagai balasannya, kau katakan,"Aku tidak ingin seperti Ibu."
Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.
Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.
Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
Sebagai balasannya, kau mengeluh,"Aduuh, bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?"
Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai penikahanmu.
Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.
Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,"Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!"
Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat.
Sebagai balasannya, kau jawab,"Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu."
Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.
Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.

Sunday, February 8, 2015

Akhlak Guru Menurut Imam Ghozali

ulamasmall.jpg


Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid.
Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.

Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru.
Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu.Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT.Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya.Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,.Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan.Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya.Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik. (Al-Ghazali, t.th:50)
Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)
Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya.Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa.Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.

Kesimpulannya, seorang pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

Etika Guru Menurut Hasyim Asy’ari

Ada dua puluh etika guru terhadap dirinya sendiri yaitu :
  1. Agar selalu istiqomah dalam muraqobah kepada Allah SWT.
  2. Senantiasa berlaku Khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan.
  3. Senantiasa bersikap tenang.
  4. Senantiasa bersikap wara’ (meninggalkan perkara syubhat dan meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat).
  5. Selalu bersikaf tawadlu’ (merendahkan diri terhadap mahluk dan melembutkan diri kepada mereka, atau patuh kepada kebenaran, dan tidak berpaling kepada hikmah, hukum dan kebijaksanaan).
  6. Selalu khusyu’ kepada Allah SWT.
  7. Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
  8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan duniawi.
  9. Tidak diskriminatif terhadap murid.
  10. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan.
  11. Menjauhkan diri dari tempat yang rendah dan hina menurut manusia.
  12. Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat.
  13. Agar selalu menjaga siar-siar islam dan zahir-zahir hukum, seperti shalat berjamaan di masjid.
  14. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah.
  15. Membiasakan melakukan hal sunnah yang bersifat syari’at.
  16. Bergaul dengan ahlak yang baik.
  17. Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan yang baik.
  18. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam setiap aktivitas ibadah.
  19. Tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang.
  20. Membiasakan diri untuk menyusun atau merangkum.
 K.H. Hasyim Asy’ari memberikan pedoman bagi guru yang hendak mengajar, yaitu ketika akan berangkat ke ruangan (majlis ilm) :
  1. Mensucikan dirinya dari hadas dan kotoran
  2. Memakai harum-haruman
  3. Memakai pakaian yang layak sesuai dengan mode zamannya dengan  maksud untuk mengagungkan ilmu dan menghormati syariat.
  4. Berniat menyebarkan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menegakkan agama Allah serta menyampaikan hukum-hukum Allah.
  5. Berniat untuk menunjukkan kebenaran dan kembali kepada kebajikan.
  6. Berkumpul bersama untuk berzikir kepada Allah SWT.
  7. Menyebarkan kedamaian kepada kawan-kawan muslimin.
  8. Mendo’akan ulama terdahulu.
 Saat masuk ruangan (majlis ilm)
  1. Mengucapkan salam dengan tenang, tawadlu’ dan khusu’.
  2. Duduk ditempat yang bisa dilihat oleh semua murid.
  3. Bersikap lemah lembut kepada yang lain dengan menghormati dengan tutur kata yang lembut, wajah berseri-seri dan hormat.
 Saat memulai mengajar
  1. Memulai belajar dengan membaca ayat Al-Qur’an untuk mencari barokah.
  2. Mendahulukan materi yang dianggap penting, dan tidak memperpanjang pelajaran sehingga membosankan atau meringkasnya.
  3. Jangan mengeraskan suara secara berlebihan atau memelankannya sehingga tidak terdengar, namun sebaiknya suara itu tidak melebihi majelis.
  4. Menjaga majelis dari kesalahan.
  5. Menekankan agar tidak membahas secara berlebihan atau menunjukkan tata krama yang jelek ketika membahas suatu pelajaran.
  6. Apabila ditanya tentang sesuatu yang belum diketahui, maka hendaknya dijawab “saya tidak tahu, atau saya tidak mengerti, karena sebagian dari ilmu adalah menyatakan saya tidak mengerti “.
  7. Hendaknya menunjukkan kasih sayang kepada orang baru yang hadir di majelis.
  8. Hendaknya memulai pelajaran dengan membaca basmalah.
  9. Jika tidak menguasai materi, maka hendaknya jangan mengajar atau mengajarkan sesuatu yang tidak tahu karena hal itu termasuk mempermainkan agama dan merendahkan diri dihadapan manusia.

Saturday, February 7, 2015

Etika Guru Menurut KH. Ahmad Dahlan

KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah pernah memberikan kepada kita sebuah nasehat tentang beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru/pendidik. Syarat-syarat guru tersebut adalah :
  1. Muslim
  2. Mempunyai kemampuan dan kecakapan yang diperlukan
  3. Anggota/calon anggota/simpatisan organisasi (muhammadiyah atau aisyiyah).
  4. Loyal terhadap persyarikatan dan perguruan.
  5. Berjanji untuk memenuhi persyaratan khusus yang dimufakati bersama antara yang bersangkutan dengan bagian pendidikan dan pengajaran.
Diantara kelima syarat tersebut, syarat kemampuan menjadi perhatian yang istimewa. Syarat kemampuan dirinci sebagai berikut:
  • Menguasai bahan; 
    • a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah, 
    • b) menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi.
  • Menguasai program belajar;
    • a) merumuskan tujuan instruksional, 
    • b) mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, 
    • c) memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, 
    • d) melaksanakan program mengajar dan belajar, 
    • e) mengenal kemapuan anak didik, 
    • f) merencakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
  • Mengelola kelas; 
    • a) mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, 
    • b) menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi.
  • Menggunakan media dan sumber; 
    • a)  mengenal dan memilih serta menggunakan sumber, 
    • b) menggunakan alat-alat bantu pelajaran yang sederhana, 
    • c) menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, 
    • d) mengembangkan laboratorium, 
    • e) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.
  • Menguasai landasan-landasan kependidikan
  • Mengelola interaksi belajar mengajar.
  • Menilai prestasi siswa untuk kependidikan dan pengajaran.
  • Menguasai fungsi dan program dan bimbingan di sekolah; 
    • a) menguasai fungsi dan layanan dan bimbingan di sekolah, 
    • b) menyelenggarakan program layanan dan bimbingan di sekolah.
  • Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; 
    • a) mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah, 
    • b) menyelenggarakan administrasi sekolah.
  • Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajara

Etika Guru Menurut Imam Zarkasyi

Mengingat pentingnya tugas guru, maka guru harus memiliki sifat khusus yang memungkinkan pelaksanaan tugasnya dengan cara sebaik mungkin, sifat itu bertalian dengan fisik, intelektual dan moral, yaitu :

  1. Mempunyai akhlak yang mulia dan bebas dari perbuatan buruk
  2. Mempunyai niat dengan penuh keikhlasan dalam pekerjaannya dan bersungguh-sungguh dalam tugasnya.
  3. Sehat badan, kuat jasmani dan pikirannya.
  4. Suci dari cacat badan yang merendahkan (martabat guru)
  5. Mengetahui dasar pendidikan dan metode mengajar.
  6. Mengetahui ilmu jiwa (psikologi)
  7. Penuh bacaan dengan berbagai refrensi/literatur, sehingga menjadikannya orang yang menguasai materi.
  8. Cakap dalam memilih materi yang terpercaya kebenarannya, relevan dengan zaman dan kemampuan murid.
  9. Cakap dalam menyusun materi secara logis dan tertulis dalam buku persiapan mengajar.
  10. Mampu mentransformasi pengetahuan kepada pikiran murid dan sekaligus pemahamannya.
  11. Bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya, senang dan giat dalam melaksanakan tugasnya.
  12. Berair muka yang jernih (tidak murung dan kerut) dengan penuh kasih sayang dan baik dalam perlakuannya.
  13. Mempunyai persiapan dan kesiapan dalam tugasnya dan cakap dalam membangkitkan murid dengan penuh kasih sayang.
  14. Mampu membangkitkan kreatifitas murid dengan berbagai ilmu dan seni.
  15. Mampu memberikan kerinduan murid dalam pelajaran.
  16. Mampu dalam menguasai kelas dan dapat menjalin jalinan rohani (psikolgis) antara mudarris dan murid.
  17. Bertindak bijaksana dan adil dalam melakukan hukuman/sanksi terhadap murid.
  18. Matanya harus selalu awas, penuh perhatian dan cukup keberanian.
  19. Bersifat sabar, penuh kasih sayang terhadap murid.
  20. Suaranya harus jelas dan terang, berwibawa dan membekas dalam jiwa.
  21. Mengerti tujuan masing-masing pelajaran dan mengetahui pokok-pokok penting dalam pelajaran.
  22. Mejaga kebersihan badan dan pakaiannya.

 Pesiapan guru dalam mengajar
 Metodologi-psikologis dan motivasi kejiwaan kepada guru yang akan melaksanakan tugas mendidik dan mengajar yaitu :
  1. Niat mengajar.
  2. Mendidik dan mengajar adalah realisasi dari mujahadah yaitu mau bersusah payah memikirkan kebaikan, bukan enaknya.
  3. Belajar dihadapan murid tak akan kurang penting (berarti) dengan belajar dihadapan guru
  4. Seorang guru dalan professor pada mata pelajaran masing-masing. Untuk itu diperlukan persiapan mengajar tertulis, yang matang dan banyak (konfrehensif).
  5. Metode lebih penting dari materi, akan tetapi eksistensi guru itu lebih penting dari pada metode, dan jiwa guru (jauh) lebih penting dari wujud guru itu sendiri