Allah berfirman : "Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran." (Al Ashr:
1-3).
Akhi….
Perlu diketahui, sesungguhnya modal bagi seorang muslim dalam mengarungi
kehidupannnya di dunia ini adalah kesempatan waktu yang sangat singkat,
denyut-denyut jantung yang terbatas, dan hari-hari yang terus berganti. Dan
akan menjadi suatu keberuntungan baginya, jikalau ia mau memanfaatkan
kesempatan dan detik-detik waktu tersebut untuk kebajikan. Pada hakekatnya
waktu bagi manusia adalah usianya. Waktu adalah inti hidupnya yang abadi.
Berjalannya waktu, tak ubahnya seperti awan. Jika waktu dimanfaatkan untuk
Allah dan menyembah-Nya, maka itulah nilai yang paling mahal untuk umurnya. Dan
apabila waktunya dimanfaatkan untuk hal yang tak berguna, maka nilai umurnya
tak lebih seperti umur binatang. Dan kematian baginya lebih baik daripada
hidupnya. Dan perlu akhi ketahui pula, kalau umur manusia di dunia ini seperti
musim tanam di dunia dan memetik hasil tanaman di akherat nanti.
Akhi…
Tentunya akhi tahu, kalau Allah sesungguhnya pernah bersumpah dengan
waktu. Dan sesungguhnya sumpah yang pernah diucapkan Allah melalui
firman-firman Nya, mengisyaratkan bahwa manusia sangat akrab dengan keburukan
dan malapetaka dikarenakan terlena dari kejapan masa. Sumpah Allah pun juga
mengisyaratkan tentang kemuliaan dan ketinggian waktu. Perlu Akhi ketahui,
kalau kesengsaraan dan kerugian yang menyertai manusia dikarenakan oleh sikap
menyia-nyiakan waktu. Padahal bukankah usia manusia sangatlah pendek?. Tetapi,
setiap detik usia yang dilewati akan dipertanggungjawabkan kelak di hari kiamat
nanti. Rasulullah Saw pernah bersabda : "Kedua kaki seorang hamba tidak
akan melangkah pada hari kiamat sehingga ia ditanya terlebih dahulu tentang
empat perkara yaitu; tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya,
untuk apa ia lewatkan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan untuk
apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya, untuk apa ia gunakan."
Akhi…
Hari demi hari silih berganti, malam demi malam saling mengikuti, dan
begitu seterusnya. Dan manusia adalah musafir yang sedang menelusuri perjalanan
yang ditemani waktu hingga sampai pada titik akhir perjalanan. Dan setiap orang
adalah bagian dari kafilah umat yang terus berjalan silih berganti dari
generasi ke generasi dan berakhir pada suatu tempat yaitu surga dan neraka.
Seorang musafir yang bijak, pastinya menyadari bahwa perjalanan adalah tugas
berat dan penuh tantangan yang tidak mungkin untuk dapat dinikmati dengan
indah. Sebab kenikmatan akan ada setelah ia sampai ke tempat tujuan. Dan ia pun
akan menyadari bahwa setiap detik yang dilaluinya dan setiap kaki yang
melangkah dalam perjalanannya tidak mungkin berhenti. Sehingga Ia
pun harus terus mempersiapkan diri dengan bekal yang cukup.
Akhi…,
Suatu ketika Ali Ra, pernah berpesan kepada para sahabatnya :
"Dunia telah pergi meninggalkanmu dan akhirat akan datang menjemputmu.
Dunia dan Akhirat mempunyai hamba saudaraku!, maka jadilah engkau hamba
akhirat, dan jangan pernah kau menjadi hamba dunia. Sebab hari ini (baca; dunia)
adalah amal bakti, bukan perhitungan yang dirinci. Sedangkan esok hari
(baca;Akhirat) adalah perhitungan bukan amal bakti."
Akhi…
Akhi…
Memang sering terlintas dipikiran dan di benak, untuk apa kita hidup?,
dan ternyata pertanyaan itu dijawab seorang sahabat bernama Abu Darda,
"Seandainya bukan karena tiga hal, aku tidak ingin hidup meskipun hanya satu
hari. Siang hari aku dahaga pada Allah dengan menghindari larangan-Nya,
bersujud di tengah malam, dan bergaul dengan orang-orang yang memilih tutur
kata yang manis seperti memilih kurma yang baik."
Umar bin Abdul Aziz melukiskan bahwa, Kehidupan di dunia ini bukanlah
suatu keabadian. Dimana Allah menentukan kefanaan dunia dan kepergiaan
makhluk-Nya menuju satu titik perjalanan. Tetapi berapa banyak bangunan kokoh
yang dihancurkan karena alasan melenakan. Dan berapa banyak pula kesenangan hakiki
ditinggalkan demi ilusi yang tak berarti. Maka pergilah mengarungi perjalanan,
dengan kesiapan dengan kesiapan yang baik menghadapi rintangan dan berbekallah
dengan ketakwaan sebab ketakwaan adalah sumber kebaikan.
Maka dari itu Akhi…
Sebuah pesan jujur dan nasehat yang mulia pernah terlontar dari seorang
Fadhil bin Iyadh, ia berkata : "Berpikirlah dan berkaryalah sebelum datang
penyesalan. Jangan terpesona oleh gemerlap dunia, karena dunia pasti akan
menipunu !"
Begitupun Umar bin Abdul Aziz berpesan : " Jadilah orang asing, di
negeri asing ini (baca; dunia), dengan itu, pikiranmu akan selalu tercurah
untuk membekali diri dan mempersiapkan diri untuk kembali lagi. Atau
bersikaplah engkau dinegeri asing ini seperti pengembara seorang diri yang
tidak bermukim sama sekali. Sehingga di siang dan malam, engkau terus berjalan
menyusuri dunia ini menuju satu tujuan.
(Sumber : Jurnal MQ Vol. II/No.2/JUNI 2002)
No comments:
Post a Comment